Select Menu
Select Menu

Favourite

Kumpulan Esai

Kolom Opini

Culture

Transportasi Tradisional

Rumah Adat

Bali

Pantai

Seni Budaya

Kuliner

» » Yogyakarta :Di Tengah Ancaman Kemacetan dan Cara Mengatasinya*


Unknown 07.26 0

        Siapa yang tak mengenal Yogyakarta? Hampir semua kita tentu mengenalnya. Tidak hanya di Indonesia bahkan di mancanegara nama Yogyakarta telah begitu terkenal dan selalu menjadi daya tarik tersendiri. Ada banyak predikat yang disandang oleh kota ini. Mulai dari kota wisata, kota budaya, kota pelajar hingga Indonesia mini. 

Banyaknya predikat yang disandang oleh kota ini akhirnya membuat Yogyakarta menjadi destinasi favorit bagi banyak orang untuk melakukan aktivitasnya. Ada yang berwisata, ada yang bekerja atau belajar, bahkan ada yang memutuskan untuk berdomisili di kota ini. Jika dilihat presentasi selama kurun waktu lima tahun terakhir (tahun 2008-2012) jumlah penduduk Yogyakarta mengalami peningkatan yang signifikan. Jika tahun 2008 jumlah penduduk DIY mencapai 3.399.305 jiwa maka pada tahun 2012 telah mencapai 3.458.029 jiwa. 

 Peningkatan jumlah kedatangan orang di Yogyakarta di satu sisi memang menguntungkan. Salah satunya bagi peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). Akan tetapi di sisi lain terdapat hal yang mengkhawatirkan. Hal yang mengkhwatirkan tersebut adalah kemacetan lalu lintas.

Kemacetan : Potret Yogya Masa Kini 
   Yogyakarta adalah kota yang istimewa. Akan tetapi keistimewaan kota penuh keramahan ini mulai sedikit terganggu dengan adanya kemacetan di berbagai sudut jalannya. Lantas pertanyaan yang muncul adalah mengapa Yogya sekarang sering dilanda kemacetan? 

Kemacetan di Jogja
Salah satu sudut Malioboro
Untuk menemukan jawabannya rasanya kita tidak membutuhkan kesulitan yang berarti. Apalagi bagi orang yang tinggal dan berdinamika di Yogyakarta. Alasan pertama, penyebab kemacetan adalah ratio yang tidak seimbang antara jumlah kendaraan yang masuk dan kendaraan yang keluar. Banyaknya jumlah orang yang memutuskan untuk datang di Yogya ternyata berbanding lurus dengan peningkatan jumlah kendaraan yang masuk ke Yogya setiap tahunnya. Akan tetapi, hal tersebut tidak diimbangi dengan jumlah kendaraan yang keluar dari daerah Yogyakarta. 

Menurut data Badan Pusat Statistik DIY tahun 2012 jumlah kendaraan (baik itu roda dua maupun roda empat) di wilayah Yogyakarta mencapai 1.724.160 unit. Jumlah ini mengalami peningkatan jika dibandingkan jumlah kendaraan di tahun 2011 yaitu sebesar 1.618.457 unit. Data ini tentu tidak sebanding dengan jumlah kendaraan yang keluar dari wilayah Yogyakarta yang hanya mencapai jumlah 167.385 (data tahun 2012). 

Tingginya jumlah kendaraan bermotor di wilayah Yogyakarta juga disebabkan oleh adanya kemudahan yang ditawarkan oleh Produsen kendaraan bermotor kepada masyarakat. Bayangkan, dengan uang muka lima ratus ribu hingga satu juta rupiah, seseorang dapat membeli sepeda motor baru secara kredit. Alasan kedua dan juga merupakan alasan yang menjadi akar permasalahan bagi kemacetan di daerah Yogyakarta adalah keterbatasan moda transportasi umum yang disediakan oleh Pemerintah daerah. Potensi dan status yang disandang oleh Yogyakarta sebagai kota budaya dan kota pelajar ternyata tidak berimplikasi pada penyediaan sarana transportasi umum yang memadai. Angkutan umum berupa bus yang disediakan ternyata tidak berfungsi optimal. 

Berdasarkan pengalaman penulis hampir sebagian besar bus berada dalam kondisi rusak dan tidak layak jalan serta jauh dari kesan nyaman. Hal ini diperparah dengan terbatasnya rute atau jalur yang dilalui oleh bus tersebut. Bus-bus umum yang ada hanya mengangkut dan menurunkan penumpang di jalan-jalan utama. Padahal angkutan umum tersebut akan efektif jika kemudian bisa melayani trayek atau rute langsung ke kampus-kampus atau universitas dan bahkan instansi pemerintah yang lokasinya berada jauh dari jalan-jalan utama. Hal inilah yang kemudian menjadi faktor rendahnya minat masyarakat menggunakan angkutan umum jenis bus ini. Di samping bus umum, terdapat pula Trans Yogya. 

Sebagai angkutan umum yang menawarkan ekslusivitas dan kenyamanan, ternyata Trans Yogya juga masih jauh dari harapan. Ukuran bus yang relatif kecil seringkali tidak mampu menampung jumlah penumpang secara maksimal. Akibatnya para penumpang harus berdesak-desakan dan saling berebutan. Berdasarkan survei yang dilakukan penulis, beberapa bus Trans Yogya juga berada dalam kondisi yang rusak dan tidak memberikan kesan nyaman. Kerusakan yang dimaksud seperti Air Conditioning (AC) yang macet, tempat duduk penumpang yang rusak dan sebagainya. Tidak mengherankan jika kemudian masyarakat kemudian lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi ketimbang menggunakan kendaraan umum yang telah disediakan oleh Pemerintah Daerah. 

Alasan ketiga adalah penataan dan pengelolaan parkir yang keliru. Pola penataan dan pengelolaan parkir kendaraan yang keliru seringkali pula memicu terjadinya kemacetan lalu lintas. Penggunaan badan jalan sebagai area parkir sudah pasti akan menciptakan kemacetan karena ruang lalu lintas kendaraan menjadi berkurang. Khusus di Yogyakarta hal ini diperparah dengan ukuran beberapa jalan yang relatif sempit. Ada banyak contoh kemacetan yang terjadi di wilayah Yogyakarta. Beberapa contoh kemacetan yang disebabkan oleh penataan parkir yang keliru adalah kemacetan di sepanjang Jalan Selokan Mataram, Jalan Herman Yohanes, bahkan hingga Jalan Malioboro yang notabene merupakan sentra wisata di Yogyakarta. 

Khusus di Jalan Malioboro kemacetan sering terjadi pada musim liburan sekolah dan pada waktu akhir pekan terutama pada malam hari. Selain itu, meningkatnya laju pembangunan di Yogyakarta, menyebabkan banyaknya toko-toko yang kemudian entah mendapatkan SIMB atau tidak, kemudian mendirikan bangunan yang berdekatan dengan ruas-ruas jalan utama yang sebenarnya wilayah tersebut rawan akan kemacetan. Salah satu contohnya adalah Jalan Kaliurang yang saat ini mulai rawan akan kemacetan baik pada jam-jam kerja ataupun pada jam-jam pulang kerja. 

Kemacetan : Upaya Untuk Mengatasinya 
    Kemacetan yang terjadi di wilayah Yogyakarta sudah seharusnya mendapat perhatian dan perlu dicarikan solusi pemecahannya. Bagi kalangan yang berpikir optimis tentu akan melihat solusi guna mengatasi permasalahan kemacetan lalu lintas di atas. Lantas timbul sebuah pertanyaan bagaimana cara untuk mengatasinya?

 Cara pertama dan terutama adalah merevitalisasi sarana transportasi publik yang ada. Pemerintah Daerah sebagai pihak yang berwenang untuk mengambil kebijakan dapat melakukan upaya revitalisasi pada sarana transportasi yang ada. Mulai dari peremajaan armada bus baik itu Trans Yogya maupun bus–bus umum dengan trayek lain hingga penambahan jumlah armada bus. Sejauh ini upaya revitalisasi masih menemui kendala seperti adanya kendala-kendala politis. Sebagai contoh rencana revitalisasi armada bus Trans Yogya yang belum dapat direalisasikan karena masih terjadi perdebatan di antara para pengambil kebijakan. Selain itu, penambahan trayek atau rute baru bus-bus umum yang melewati kampus-kampus atau institusi Pemerintah tertentu, yang lokasinya berada jauh dari jalan-jalan utama. Jika aspek-aspek tersebut telah dapat terpenuhi maka masyarakat akan tertarik untuk menggunakan transportasi umum yang telah disediakan tersebut.

Cara kedua, Pemerintah daerah dapat bekerjasama dengan universitas-universitas dan institusi-institusi pemerintah yang ada di wilayah Yogyakarta untuk mengeluarkan kebijakan yang mendukung bagi pemaafaatan transportasi umum yang ada secara maksimal. Misalnya Universitas dapat mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan civitas academica menggunakan sarana transportasi umum yang ada. Kebijakan ini tentu saja mempunyai manfaat karena tidak hanya dapat mengurangi kemacetan tetapi juga dapat mengurangi tingkat polusi udara. Kebijakan ini sejatinya telah diaplikasikan oleh beberapa Universitas. Salah satu contohnya adalah Universitas Gajah Mada (UGM). 

Cara ketiga adalah penataan dan pengembalian fungsi jalan sebagaimana mestinya, Mengingat fungsi jalan sebagai faktor esensial yang menentukan kelancaran lalu lintas. Para pengelola tempat-tempat hiburan, perbelanjaan, rumah makan, bahkan penginapan harus mampu menyediakan lahan parkir yang ekslusif dan tidak menggunakan badan jalan. Lahan parkir yang bisa disediakan bisa memakai penyewaan lahan kosong yang lokasinya tidak jauh dari tempat usahanya atau bisa membangun tempat parkir bawah tanah. Cara keempat adalah menciptakan area khusus bagi pejalan kaki. 

Terutama untuk kawasan wisata yang padat pengunjungnya . Sebagai contoh di Kawasan Wisata Malioboro. Selama ini kemacetan di kawasan Malioboro juga disebabkan oleh minimnya area khusus bagi pejalan kaki. Ketiadaan area khusus bagi pejalan kaki menyebabkan para pejalan kaki tersebut menggunakan badan jalan. Dengan penataan yang maksimal bagi para pejalan kaki maka kemacetan dapat diminimalisasi. Bila perlu kawasan Malioboro ditetapkan sebagai kawasan bebas kendaraan bermotor (Kawasan Pendestrian) sehingga dengan demikian kenyamanan wisatawan dan pengunjung di Malioboro dapat tercipta. 

Potret kemacetan di Yogya dewasa ini memang telah masuk pada fase yang mengkhawatirkan akan tetapi bukan berarti tidak ada solusi yang dapat diketengahkan guna mengatasi permasalahan tersebut. Solusi-solusi yang diketengahkan oleh penulis rasanya tidak akan membawa dampak yang signifikan jika tidak dibarengi dengan keseriusan dari pemangku kepentingan dan pembuat kebijakan dan juga kesadaran dari seluruh masyarakat Yogyakarta sendiri untuk mengatasi kemacetan yang ada. Jika hal ini dapat tercapai maka Yogyakarta, Kota Budaya dan kota pelajar yang tercinta ini akan terbebas dari ancaman kemacetan dan tetap nyaman bagi para penghuninya. 

 Daftar Pustaka 
“Arus Mudik Keluar-Masuk DIY Terbanyak dari Pintu Timur”, dalam http://www.republika.co.id/berita/ramadhan/info-     mudik/13/08/05/mr28u2-arus-mudik-keluarmasuk-diy-terbanyak-dari-pintu-timur, diakses pada 12 September 2013 
“Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Angka Tahun 2012, dalam http://yogyakarta.bps.go.id/ebook/Daerah%20Istimewa%20Yogyakarta%20Dalam%20Angka%202012/files/assets/basic-html/page440.html, diakses pada 12 September 2013
 “Data Kependudukan Daerah Istimewa Yogyakarta”, dalam www.pip2bdiy.org/sigperkim/penduduk.php, diakses pada 12 September 2013. 

*essay yang dibawakan dalam Audisi Debat Mahasiswa TV One  16 September 2013

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
This is the last post.

Tidak ada komentar

Leave a Reply